Kamis, 19 November 2015

Tetangga Berjubah Putih [Cerpen-TekaTeki]

halo teman!

selamat hari jumat dan ketemu lagi nih sama tinkerbell yang berubah jadi berbi ^_^

udah lama banget ya gue ga ngepost cerita pendek alias cerpen?

ya walaupun gak banyak yang berminat buat baca beginian, gue mau "pamer" aja kalo ini adalah salah satu hobi gue dari kecil. yep, bikin cerpen! yuk langsung aja dibaca.

>>>>>>



Caroline baru saja kedatangan seorang tetangga baru, persis di sebelah rumahnya. Ia melihat sebuah mobil pengantar barang yang amat besar. Petugas-petugas berseragam dari mobil pengantar barang itu berlalu-lalang memasukan barang ke rumah yang cukup besar itu. Tiba-tiba ia terkejut melihat seorang kakek tua yang memakai jubah putih berada di depan rumah tetangga barunya. Caroline melihat kakek tua itu dari kepala sampai ke kaki.

Bukankah itu hantu? gumam Caroline.

Di sore hari, Caroline beserta teman-temannya bermain di taman yang berada di tengah perumahan. Setelah mereka lelah bermain, Caroline menceritakan apa yang ia lihat saat tetangga barunya itu berpakaian.

“kakek itu seperti hantu!” ucap Caroline heboh.

Caroline melanjutkan ceritanya lagi. Teman-temannya mendengarkan ceritanya dengan seksama.

“benarkah? Ia menatapmu dengan tajam?” tanya teman Caroline tidak kalah heboh.

“betul! Ia menatapku seperti ini,” Caroline menirukan tatapan dari kakek tua setajam mungkin saat kakek itu menatap Caroline. Teman-temannya bergidik seram.

“apakah ia tidak membawa senjata tajam?” tanya temannya yang lain, membuat semua anak yang berada disana mengiyakan pertanyaan temannya.

Caroline menggeleng pelan. “Tidak, tetapi....” ia berfikir sejenak. “Aku melihat sebuah kotak kayu yang sangat besar.” Katanya dengan lambat.

“jangan-jangan itu senjatanya!” ucap Gio, teman Caroline dengan tiba-tiba sampai membuat anak-anak yang berada di sekitarnya terkejut. Sebagian memukul anak bertubuh kurus itu, sebagian lagi hanya misuh-misuh sambil memegang jantung mereka masing-masing yang berdetak lebih cepat dari sebelumnya.

Caroline menanggapinya dengan tertawa pelan, ada rasa takut di dalam hatinya. Tetapi ia berusaha membuang rasa takut itu.

“Aku harap itu bukan sebongkah senjata.” Jawabnya pelan.

Tak terasa bulan telah menunjukan wajahnya, para anak-anak itu mengucapkan selamat jumpa satu dengan yang lain, lalu pergi ke rumahnya masing-masing. Hanya caroline yang tinggal di blok yang berbeda dengan teman-temannya. Ia sudah biasa berjalan sendirian saat selesai bermain, tetapi kali ini ada rasa yang berbeda yang muncul di dalam dirinya setelah menceritakan tetangga tua itu. Bulu kuduknya berdiri seketika, ia yang mempercepat jalannya, bahkan berlari untuk menuju ke rumahnya dengan segera.

Saat ia berlari melewati rumah kakek tua itu, ia mencium aroma bunga-bunga yang sangat menusuk. Bulu kuduknya kembali berdiri, dan Caroline mempercepat lajunya.

            “Ibu, apa Ibu tau tetangga baru kita?” tanya Caroline saat makan malam dengan keluarganya.

            “Tentu saja. Ada apa dengan tetangga baru kita, Carol?” jawab ibunya sambil menaruh piring di atas meja.

            “Apakah kakek tua itu menyeramkan?” tanya Caroline lagi.

            “Ia kakek yang baik, Caroline. Sudah, makanlah. Ini masakan kesukaanmu.” Ucap Ibunya.

            Caroline tidak bertanya lagi, ia menghabiskan masakan Ibunya secepat kilat, lalu beranjak dari sana menuju ke kamarnya untuk beristirahat.

            Matahari pagi menyinari wajahnya. Ia membuka matanya perlahan, beradaptasi dengan cahaya matahari. Caroline melihat jam, pukul tujuh kurang dua puluh menit.

            “Yaampun! Mengapa aku bangun sesiang ini?” katanya dan langsung meluncur ke kamar mandi, lalu berangkat ke sekolah tanpa menghabiskan sarapannya.

             Ia berlari kembali, dan tentunya melewati rumah kakek tua itu. Rumahnya cukup lebar sehingga rasanya begitu lama jika berjalan melewati rumah itu. Dan lagi-lagi, ia mencium aroma bunga-bungaan yang berasal dari rumah tetangga barunya.

Apa yang ia lakukan? Tanyanya dalam hati sambil terus berlari menuju ke sekolahnya.

            Sesampainya di sekolah, teman-temannya menatap wajah Caroline dengan pebuh tanda tanya. Wajah Caroline begitu pucat saat ia duduk di sebelah Vani, teman sebangkunya.

            “apa yang terjadi? Wajahmu begitu pucat!” tanya Gio dan diikuti dengan teman-temannya yang mulai mengerumuni meja Caroline.

            “Apakah kau habis bertemu dengan kakek tua itu?” tanya Jeni, salah satu teman Caroline yang kemarin mendengar ceritanya.

            “Tidak, tetapi aroma dari rumahnya!” ucap Caroline sambil mengatur nafasnya.

            “Kau bertemu dengan aroma rumahnya? Bagaimana bentuknya?” tanya Gio yang ditanggapi dengan pukulan oleh Vani.

            “itu sangat menyeramkan! Aku mencium aroma itu sejak tadi malam.” Ucap Caroline lagi, membuat sebagian anak yang berada di kerumunan berbisik satu dengan yang lain.

            Bagaimana itu bisa terjadi?

            “Ayo besok kita cari tahu siapa kakek itu!” seru Nico, si pemberani dari belakang. Semua anak memutar kepalanya untuk mencari tau keberadaan Nico.

            “Ide yang bagus. Aku ikut!” ucap Gio sambil mengepalkan tangannya ke atas, lalu disusul dengan Vani.

            Caroline menatap teman-temannya. Perasaan senang dan takut tercampur di dalam hatinya.

            Esok adalah hari yang paling menegangkan baginya.

            Setelah pulang sekolah, Caroline, Gio, Vani, dan Nico pergi ke rumah Caroline untuk menyusun sebuah rencana.

            “Apa yang akan kita lakukan jika kakek itu menyerang kita?” tanya Vani penasaran. Caroline membenarkan ucapan Vani dengan menganggukan kepalanya.

            “Kita berteriak sekencang mungkin. Gampang, bukan?” jawab Gio dengan santai tanpa rasa takut.

            Sementara Nico terlihat gugup sambil menggigit jarinya.

            Setelah mempersiapkan semua yang mereka butuhkan, mereka mulai melangkahkan kaki ke keluar rumah.

            “Aku takut!” ucap Nico yang langsung disambut dengan tatapan sinis oleh Vani.

            Tak sampai 5 menit mereka sudah sampai di depan rumah kakek “beraroma” itu. Gio yang berada di paling depan mulai menginjak teras rumah tetangga baru Caroline itu.

            Mereka berempat sudah mulai membuka pintu rumah yang tak dikunci oleh sang pemilik, kakek tua. Aku tau ini emang tidak sopan, tetapi aku harus mencari tahu siapa kakek tua itu, gumam Caroline sambil menelusuri rumah yang cukup gelap itu.

            “Ahh! Apa ini?!” seru Nico hingga membuat mereka bertiga menatap ke arah meja yang dilihat Nico.

            Gio mendekati meja itu. “Bercak darah?” ucapnya pelan tetapi Caroline dan teman-temannya dapat mendengarnya.

            “Ayo kita tinggalkan rumah ini!” kata Nico dengan tubuh yang sudah bergetar hebat.

            “Tidak.” Jawab Vani. “Aku yakin ada sesuatu yang tidak menyeramkan di rumah ini, dan juga kakek tua itu.”

            Tiba-tiba ada langkah kaki yang amat berat suaranya. Mereka berempat membeku sambil menatap bayangan yang cukup besar dari belakang sana.




Nah! Kira-kira kalian tau gak apa yang terjadi setelah mereka bertemu dengan kakek tua itu? 


hohohoho,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,



typo? sorry


salam,
wica yang suka gantungin orang

0 komentar:

Posting Komentar